TEORI FRAUD
Ayunisa Wilistia C1C015022
Ayunisa Wilistia C1C015022
1.
TEORI FRAUD
TRIANGLE
Dikemukakan
oleh seorang peneliti Donald Cressey yang melakukan penelitian mengenai
pelanggaran hukum di bidang penggelapan uang perusahaan (1953). Fraud triangle biasanya digunakan untuk
mengidentifikasi dan menilai risiko kecurangan. Teori ini menjelaskan tentang
penyebab orang melakukan fraud yaitu
:
a.
Tekanan
(Pressure)
Adanya dorongan dari berbagai
aspek dapat melatarbelakangi seseorang melakukan fraud. Contohnya dorongan finansial seperti tuntutan pemenuhan
kebutuhan ekonomi dan dorongan mendapat pengakuan di lingkungan kerja. Dorongan
dapat berasal dari internal seperti ketakutan dan gaya hidup sedangan yang
berasal dari eksternal seperti reputasi. Pada umumnya penyebab terjadinya fraud adalah dorongan finansial karena
seseorang akan berusaha memenuhi segala kebutuhannya.
b.
Kesempatan
(Opportunity)
Kesempatan merupakan faktor yang
mendasari terjadinya fraud. Hal ini
dapatterjadi kapan saja. Walaupun seseorang tidak mempunyai dorongan kuat untuk
melakukan fraud, namun bila ada
kesempatan maka orang tersebut dapat saja melakukan fraud. Maka dari itu pengawasan dan internal kontrol sangat
dibutuhkan agar tidak terjadi kecurangan.
c.
Rasionalisasi
(Rationalization)
Biasanya pelaku fraud melakukan pembenaran tentang
dirinya bahwa yang dilakukannya adalah hal yang benar dan haknya. Misalnya
tindakannya untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang yang dicintainya,
merupakan haknya karena sudah bekerja lama di perusahaan tersebut.
2.
TEORI FRAUD
DIAMOND
Muncul Tahun 2004 sebuah teori fraud yang diperkenalkan oleh Wolfe dan Hermanson yang merupakan penyempurnaan teori triangle.
Dalam
teori ini adanya individual capability yaitu sifat dan kemampuan seseorang yang
mempunyai perasaan besar yang memungkinkan melakukan suatu kecurangan. Komponen
individual capabilty antaranya jabatan, kecerdasan, kepercayaan diri dan
kemampuan pemaksaan. Individual capability menjadi peran utama terjadinya fraud. Adanya tekanan, kesempatan dan
rasionalisasi yang membuat orang melakukan fraud
namun yang mereaisasikannya adalah individual capability.
3.
TEORI FRAUD
PENTAGON
Teori
ini dikemukakan oleh Crowe Howarth pada tahun 2011. Teori fraud pentagon merupakan perluasan dari teori fraud triangle yang sebelumnya. Dalam teori ini menambahkan dua
elemen fraud lainnya yaitu kompetensi
(competence) dan arogansi (arrogance).
Kompetensi
(competence) yang dipaparkan dalam
teori fraud pentagon memiliki makna
yang serupa dengan kapabilitas/kemampuan (capability)
yang sebelumnya dijelaskan dalam teori fraud
diamond oleh Wolfe dan Hermanson pada 2014. Kompetensi/kapabilitas merupakan
kemampuan karyawan untuk mengabaikan kontrol internal, mengembangkan strategi
penyembunyian, dan mengontrol situasi sosial untuk keuntungan pribadinya
(Crowe, 2011). Menurut Crowe, arogansi adalah sikap superioritas atas hak yang
dimiliki dan merasa bahwa kontrol internal atau kebijakan perusahaan tidak
berlaku untuk dirinya.
4.
TEORI FRAUD KEAGENAN (AGENCY THEORY)
Teori
keagenan menjelaskan adanya hubungan kerjasama antara pihak pemegang saham
sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Hubungan agensi ada ketika salah
satu pihak (prinsipal) yang dalam hal ini adalah pemilik perusahaan atau
pemegang saham menyewa orang lain (agen) yaitu manajemen perusahaan untuk
melaksanakan suatu jasa dan para prinsipal mendelegasikan wewenang pada agennya
untuk membuat keputusan (dalam Anthony dan Govinderajan, 2005).
Prinsipal
selalu menginginkan return tinggi atas investasi yang telah dikeluarkan untuk
perusahaan, sedangkan agen memiliki kepentingan tersendiri yaitu untuk
mendapatkan kompensasi yang lebih besar atas hasil kinerjanya. Hal ini
menunjukan adanya benturan kepentingan antara prinsipal dan agen yaitu pemilik
modal dan para pengelola modal atau manajemen perusahaan. Adanya benturan
kepentingan antar agen dan prinsipal ini sering disebut pula dengan conflict of
interest.
5.
TEORI FRAUD GONE
(GREED, OPPORTUNITY, NEED, EXPOSURE)
Greed dan need merupakan faktor individu sedangkan opportunity dan exposure
merupakan faktor umum.
a.
Greed (Ketamakan)
Adalah
keinginan untuk memperoleh sebanyak-banyaknya. Bersangkutan dengan moral
seseorang.
b.
Opportunity (Kesempatan)
Kesempatan
yang bisa datang kapan saja tergantung pada posisi seseorang didalam
perusahaan.
c.
Need (Kebutuhan)
Tuntutan
pemenuhan kebutuhan ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya fraud.
d.
Exposure (Pengungkapan)
Berkaitan
dengan hukuman bagi pelaku fraud.
Terungkapnya suatu kecurangan memungkinan terjadinya pengulangan yang sama
apabila hukuman yang diberikan bagi pelaku masih lemah.
Sumber gambar: http://www.acfe.com/rttn2016/images/fraud-tree.jpg
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini memberikan gambaran cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya. Occupational fraud tree memiliki tiga cabang utama, yaitu corruption, asset missappropriation, dan fraudelent statements.
Corruption
Korupsi
disini merupakan penyalahgunaan wewenang. Maka dari itu pelaku korupsi ini
biasanya merupakan orang-orang yang memiliki kedudukan dalam suatu instansi
maupun organisasi. Contohnya bisa kita lihat sendiri pada banyak kasus yang
terjadi di Indonesia. Biasanya koruptor tersebut merupakan pejabat negara atau
instansi yang memiliki kewenangan tertentu. Corruption memiliki empat bentuk, yaitu:
1)
Conflict of interest (konflik kepentingan).
Konflik kepentingan bisa terjadi dalam berbagai bentuk. Perusahaan harus
mengharapkan karyawannya akan melakukan pekerjaan dengan cara yang dapat
memenuhi berbagai kepentingan perusahaan. Konflik kepentingan terjadi ketika
seorang karyawan bertindak atas nama pihak ketiga dalam melakukan pekerjaannya
atau memiliki kepentingan pribadi dalam pekerjaannya yang dilakukannya. Jika
konflik kepentingan karyawan tidak dikehaui oleh perusahaan dan mengakibatkan
kerugian keuangan, maka telah terjadi kecurangan.
2)
Bribery (
Penyuapan)
Penyuapan sendiri merupakan
pemberian, penawaran, permohonan untuk menerima, atau penerimaan berbagai hal
yang bernilai untuk mempengaruhi seorang pejabat dalam melakukan kewajiban
sahnya. Biasanya orang melakukan ini karena menginginkan apa yang
dikehendakinya berjalan dengan lancar dan sesuai dengan keinginannya.
3)
Illegal gratuities (Hadiah
Ilegal)
Hadiah ilegal (illegal gratuity) melibatkan pemberian, penerimaan,
penawaran , atau permohonan untuk menerima sesuatu yang bernilai karena telah
melakukan tindakan yang resmi. Skema ini hamper sama dengan penyuapan, tetapi
transaksinya terjadi setelah tindakan resmi tersebut dilakukan.
4)
Economic Extortion (Pemerasan
Ekonomi)
Pemerasan secara ekonomi adalah penggunaan (atau ancaman untuk melakukan)
tekanan (termasuk sanksi ekonomi) terhadap seseorang atau perusahaan, untuk
mendapatkan sesuatu yang berharga. Istilah berharga dapat berupa aset keuangan
atau ekonomi, informasi, atau kerja sama untuk mendapatkan keputusan yang
berguna mengenai sesuatu yang sedang dipermasalahkan.
Asset Misappropriation
Asset Misappropriation merupakan penyalahgunaan aset perusahaan yang dilakukan oleh
manager atau karyawan sebuah perusahaan. Aset yang disalahgunakan bisa
berupa kas dan non-kas seperti persediaan ataupun aset lainnya.
Pada penyalahgunaan aset berupa kas terdapat tiga
jenis yaitu larceny, fraudulent disabursement, dan skimming. Larceny
yaitu menyalahgunakan uang ketika uang sudah masuk di perusahaan. Seperti
menyalahgunakan uang kas yang ada di perusahaan, dari deposito dan lain-lain. Fraudulent
disbursement (penipuan pencaian) ada lima jenis, yaitu skema pembebanan
tagihan (billing schemes), skema pembayaran gaji (payroll schemes),
skema penggantian biaya (expense reimbursement schemes), pemalsuan cek (check
tampering) dan pengeluaran yang sudah masuk dalam cash register (register
disbursement). Sedangkan skimming yaitu menyalahgunakan uang sebelum
uang tersebut masuk ke perusahaan. Penyalahgunaan dalam skimming bisa
melalui penjualan, penerimaan, pengembalian dan lain-lain.Pada penyalahgunaan
aset berupa non-kas seperti persediaan dan lain-lain terdapat dua jenis yaitu
menyalahgunakan (misuse) dan larceny.
Fraudulent Statement (kecurangan
pencatatan)
Fraudulent statements atau kecurangan dalam pencatatan
laporan merupakan jenis kecurangan yang berhubungan dengan laporan keuangan.
Kecurangan jenis ini biasanya dilakukan oleh perusahaan ketika perusahaan
menginginkan atau hendak melakukan sesuatu. Jenis kecurangan ini yang biasanya
menjadi perhatian lebih oleh auditor. Kecurangan dalam penulisan laporan ini
bisa berupa penulisan catatan keuangan maupun non-keuangan.
Catatan berupa keuangan itu seperti menyajikan aset
aset atau pendapatan lebih tinggi dari yang sebenarnya dan mencatat aset atau
pendapatan lebih rendah dari yang sebenarnya. Sedangkan non-keuangan seperti
kesalahan dalam memberikan kepada pihak yang salah atau bukan seharusnya. Hal
ini berkaitan dengan dokumen internal, dokumen eksternal dan lain-lain.
Committee
of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO)
Committee of Sponsoring Organizations didakwa oleh
Komisi Treadway untuk mengembangkan pedoman terintegrasi pada Pengendalian
Internal. Sebagai hasilnya, kerangka kerja untuk merancang, melaksanakan dan
mengevaluasi pengendalian internal untuk organisasi telah dirilis.
A. COSO
FRAMEWORK
COSO Framework
dirancang untuk membantu pendirian usaha, menilai dan meningkatkan pengendalian
internal mereka. Pentingnya Pengendalian Internal dalam Operasi dan Pelaporan
Keuangan dari suatu entitas tidak dapat terlalu ditekankan sebagai keberadaan
atau tidak adanya proses menentukan kualitas output yang dihasilkan dalam
Laporan Keuangan. Proses Pengendalian Internal hadir dan berfungsi menyediakan
pengguna dengan "jaminan yang wajar" bahwa jumlah yang disajikan
dalam Laporan Keuangan akurat dan dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan.
B. COSO
INTEGRATED FRAMEWORK
Pada
tanggal 14 Mei 2013, COSO bekerjasama dengan Pricewaterhouse Coopers
memulai proyek untuk mengembangkan sebuah kerangka kerja manajemen risiko yang
dapat digunakan untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas ERM. Kerjasama
ini membuahkan hasil dengan dirilisnya COSO Integrated Framework, yang
mendefinisikan manajemen risiko sebagai:
“Proses yang
dipengaruhi oleh Board of Directors, manajemen, dan personil lain dalam
entitas, diaplikasikan pada pembentukan strategi dan pada seluruh bagian
perusahaan, dirancang untuk mengidentifikasi kejadian potensial yang dapat
mempengaruhi entitas, dan mengelola risiko selaras dengan risk appetite
entitas, untuk menyediakan jaminan yang wajar terhadap pencapaian sasaran dari
entitas.”
Dalam
kerangka manajemen risikonya, COSO ERM menuntut perusahaan untuk dapat
menentukan terlebih dahulu sasaran perusahaannya, yang terdiri dari empat
kategori yaitu:
- Strategis:
sasaran yang mendukung dan selaras dengan misi perusahaan.
- Operasi:
efektivitas dan efisiensi dari penggunaan sumber daya perusahaan.
- Pelaporan:
keterpercayaan dari pelaporan.
- Pemenuhan:
pemenuhan terhadap hukum dan regulasi yang berlaku.
1.
CONTROL ENVIRONMENT
(LINGKUNGAN PENGENDALIAN)
Lingkungan pengendalian sangat berpengaruh
bagi perkembangan suatu organisasi, terutama mempengaruhi kesadaran
pengendalian dari setiap individu yang ada di organisasi tersebut. Linkungan
pengendalian merupakan dasar dari komponen-kompnen pengendalian lainnya,
memberikan struktur dan disiplin.
Faktor lingkungan pengendalian termasuk:
- Integritas
- Filosofi
Manajemen dan Gaya Operasi
- Cara manajemen
menentukan tanggung jawab dan wewenang, mengorganisasikan dan
mengembangkan anggota-anggotanya
- Kebijakan dan
praktek SDM
- Perhatian dan
arahan yang diberikan dewan direksi
2.
RISK ASSESSMENT
(PENILAIAN RESIKO)
Seluruh entitas pasti
akan menghadapi yang namanya reiko, baik dari luar maupun dari dalam. Setiap
resiko tersebut harus bisa ditaksir. Prasyarat dari Risk Assessment adalah
penentuan tujuan, yang terhubung antara tingkatan yang berbeda, dan konsiten
secara internal. Risk Assessment adalah proses mengidentifikasi dan
menganalisis resiko-resiko yang relevan dalam pencapaian tujuan, menentukan
sebuah basis bagaimana cara meminimalisir resiko. Karena kondisi ekonomi,
industri, regulasi, dan operasi selalu berubah, maka diperlukan
pengidentifikasian dan menghadapi resiko-resiko terkait dengan perubahan
tersebut
3.
CONTROL ACTIVITIES
(AKTIVITAS PENGENDALIAN)
Control Activities adalah kebijakan dan
prosedur membantu meyakinkan manajemen bahwa arahannya telah terlaksana.
Control Activities dapat membantu meyakinkan dalam memilah tindakan yang perlu
dilakukan untuk menghadapi resiko senhingga tujuan tercapai. Control Acttivites
pasti ada di setiap organisasi, pada seluruh level dan seluruh fungsi.
Contoh kegiatan Control Activities:
·
Penyetujuan (Approvals)
·
Otorisasi (Authorization)
·
Verifikasi (Verifications)
·
Rekonsiliasi (Reconcilitions)
·
Revew terhadap performa operasi (Reviews of
Operating Performance)
·
Keamanan terhadap aset (Security of Assets)
·
Pemisahan Tugas (Segregation of Duties)
Pengendaian terhadap
informasi terbagi 2 cara:
·
General Control, seperti control terhadap
akses, perangkat lunak, dan sistem development
·
Application Controls, berfungsi menjamin
completeness, accuracy, authorization, and validity dari proses transaksi
4.
INFORMATION AND
COMMUNICATION (INFORMASI DAN KOMUNIKASI)
Informasi harus teridentifikasi, tergambar dan
terkomunikasi dalam sebuah form yang memungkinkan orang-orang menjalankan
tanggungjawabnya. Sistem informasi menghasilkan laporan yang berisi informasi
operasional, finansial, dan terpenuhinya keperluan sistem, yang membuatnya
mungkin untuk menjalankan bisnis.informasi dan komunikasi tidak hanya
menyajikan data-data yang dihasilkan internal, melainkan juga dari
kejadian-kejadian ekternal. Komunikai yang efektif juga diperlukan untuk
hal-hal yang lebbih luas, mengalir ke bawah, ke samping dank e atas organisasi.
Setiap personil harus menerima pesan dengan jelas dari manajemen teratas ahwa pengendalian tanggungjawab diambil
dengan serius. Para personil harus mengerti peran mereka dalam pengendalian
internal.
5.
MONITORING
(PEMANTAUAN)
Internal Control System sangat perlu untuk
diawasi, dengan begitu kita mengetahui proses untuk menentukan kualitas performa
sistem dari waktu ke waktu. Pengawasan harus dilakukan secara terus menerus.
Setiap hasil akhirnya harus ada evaluasi secara keseluruhan.
Contoh Soft Control :
·
Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
·
Penilaian Resiko (Risk Assessment)
Contoh Hard Control:
- Aktivitas
Pengendalian (Activities Control)
- Informasi dan
Komunikasi (Information and Communication)
- Pemantauan
(Monitoring)
Sumber :
https://www.aicpa.org/InterestAreas/BusinessIndustryAndGovernment/Resources/CorporateGovernanceRiskManagementInternalControl/Pages/COSO_Integrated_Framework_Project.aspxhttps://sciencebooth.com/2013/05/21/pengertian-dan-komponen-coso-framework/
https://dian-pl.blogspot.co.id/2014/11/5-komponen-sistem-pengendalian-internal.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar